Minggu, 09 Maret 2008

Romantika Kehidupan

Hari yang indah, debur ombak memecah karang. Beberapa anak bermain istana pasir, menyusunnya lalu merusaknya kembali. Kutatap mega, awan berarak menyapa mentari yang menyinar terik.
Masa demi masa telah kulalui, namun belum kutemui makna kehidupan yang selama ini kucari. Hanya hampa, terasa masa terlalui hanya untuk memperturutkan keinginan yang tiada akhirnya. Disaat yang lain kumerasa diri adalah makhluk terbaik yang diciptakan dengan tujuan menyembah-Nya, walau belum mampu kupenuhi.
Kulangkahkan kaki menyusuri pantai berpasir putih, terbersit inginku tuk jelajahi dunia dan melihat keindahan dunia. Kulayangkan pandang kearah lautan, horizon yang membelah bumi seolah menantangku dan menertawai ketidak mampuanku. Betapa Maha Agung-Nya Tuhan. Aku hanya mampu memandang sebatas itu, sedang Tuhan tahu segala-galanya.
Dulu, aku tidak merasa perlu menikmati keindahan laut dengan merenunginya. Aku lebih suka menikmati laut dengan bermain air, membangun istana pasir lalu merusaknya kembali. Aku lebih memilih menantang ombak, walau aku tidak bisa berenang.
Saat itu aku menikmati hidup yang demikian, aku tidak peduli sekelilingku. Segala yang dilakukan orang lain menurutku adalah urusannya sendiri. Karena aku pun tak ingin hidupku dicampuri, menurutku hidupku adalah milik diriku sendiri. Kata- kata itu seolah menjadi semboyan dalam setiap langkah hidupku selama ini.
Saat kumenatap kejauhan, kuberjalan dengan caraku selama ini, aku tetap tak peduli dengan kehidupan lain yang mungkin ada. Tiada sesuatupun menjadi aral yang berarti bagiku, segalanya kulalui dengan pandangan tajam dan hidup terasa begitu indah dan menyenangkan, hanya untuk diriku sendiri.

Tidak ada komentar: