Minggu, 09 Maret 2008

FENOMENA JILBAB

Kain penutup kepala yang disebut tudung sebagai salah satu aksesoris dan pakaian wanita kini seolah menjadi sebuah momok bagi sebagian wanita. Kewajiban menutup aurat tidak ditanggapi serius, diakibatkan oleh berbagai hal yang terkesan dilematis. Keyakinan akan kewajiban menutup aurat yang masih menjadi pertanyaan bagi sebagian orang dan keinginan untuk berubah di suatu waktu.
Wanita sebagaimana juga laki-laki menyukai keindahan dan selalu ingin tampil indah dan cantik di depan siapa saja, walau terkadang cara yang dipilihnya terkesan tergesa. Kemampuan wanita untuk memilih dan memilah pakaian mana yang cocok dan pantas sangat kurang sehingga mengakibatkan perilaku ikut-ikutan dan perasaan ingin tampil beda seringkali muncul dan mendominasi cara berpakaian.
Sekelompok remaja akan merasa sangat bahagia dan ceria saat bisa tampil dengan Smart dan gaul. Perasaan itu sangat mempengaruhi pergaulan dan cara hidup mereka. Memberi pemahaman tentang cara hidup islami saja tidak akan pernah cukup tanpa dibarengi lingkungan yang membangun cita rasa keberagamaan yang tinggi. Lingkungan yang kondusif dan pergaulan yang dihiasi dengan norma, etika dan nilai-nilai pergaulan berlandaskan ajaran agama akan mencetak kader penerus bangsa yang benar-benar mampu membina diri sehingga bisa diandalkan untuk menata masyarakat yang baldatun thayyibatun warabbul ghafur.
Fenomena jilbab memang menarik untuk dibahas, selain karena banyaknya pendapat tentang kewajiban ini juga karena sukarnya untuk memulai memakainya. Seorang gadis yang sadar akan kewajiban menutup aurat akan segera beralih dan meninggalkan atribut jahiliyah serta memilih berpakaian secara islami, salah satunya dengan mengenakan jilbab sebagai penutup kepala. Akan tetapi hal itu tidak pernah mudah karena perjuangan itu tidak hanya dengan dirinya sendiri berupa pemikiran (politik Tubuh) akan tetapi juga berhubungan dengan orang lain yang merasa perlu untuk melihat perempuan yang islami dengan pakaian yang menutup aurat sempurna.
Jilbab memang bukan hal yang baru di Aceh sehingga pantas dianggap tabu, akan tetapi perilaku para pemula akan menjadi sorotan masyarakat seolah dia adalah seorang manusia yang berubah menjadi malaikat. Segala perilakunya akan menjadi bahan perbincangan warga setempat terutama di pedesaan. Hanya orang yang tegar dan punya komitmen keagamaan yang tinggi bisa mempertahankan jilbabnya dihadapan lelaki yang bukan muhrimnya. Selebihnya orang-orang yang berjuang jatuh bangun sampai akhirnya Tuhan lah yang tahu akhir dari perjuangan itu. (Nty)

Tidak ada komentar: