Setiap manusia dalam kehidupannya mengalami trial and error, maka sebaiknya setiap pilihan tindakan dihargai tanpa harus selalu menilai.
Saya ingin menunjukkan suatu contoh: Di dalam suatu forum yang jumlah pesertanya imbang antara laki-laki dan perempuan, kesempatan untuk bertanya dan mengungkapkan pendapat bagi laki-laki dan perempuan diberikan sama. Akan tetapi kesempatan bagi perempuan hanya diambil oleh satu orang perempuan. Apa pendapatmu tentang itu?
Jika kamu mengungkapkan itu suatu hal yang wajar, itu hak kamu. Tapi cobalah lihat lebih dalam lagi. Ketika begitu banyak orang berteriak menyoraki satu orang perempuan yang berbicara tadi karena rupanya yang diungkapkan tidak terlalu mengena dengan apa yang sedang dibahas. Disinilah perempuan itu mengalami goncangan mental, keberanian yang coba dia raih tidak dihargai. Belum lagi suara-suara bising di sekeliling yang menyatakan dengan nada melecehkan ‘dasar perempuan, tahunya minta jatah 30 % dikasih kesempatan dalam forum aja gak ada yang mampu’. Nah lo, yang minta 30 % siapa?
Potensi lemah dimiliki semua orang, bukan hanya perempuan. Hanya saja butuh upaya untuk keluar dari kelemahan itu. Adakalanya orang yang lemah harus didampingi agar dia menyadari kelemahannya dan siap untuk berdiri sendiri. Sebagai orang yang punya keinginan membangun bersama selayaknya kita mampu membuat orang mandiri dan layak berjuang sendiri bahkan kalau perlu berjuang untuk kepentingan orang lain yang adakalanya tanpa disadari adalah bagian dari kepentingannya sendiri.
Perempuan sering berada pada posisi lemah sehingga perlu dilindungi. Akan sangat wajar bila perempuan juga diberi kesempatan untuk mengunjuk dirinya sendiri tanpa terus-menerus dipantau gerak geriknya, layaknya seorang anak nakal yang mengganggu. Ada saat ketika perempuan harus mengambil sikap tegas menyangkut eksistensinya. Misalnya:
1. Bersediakah dia untuk tidak tidur?
2. Bersediakah dia untuk ditinggal sendirian?
3. Bersediakah dia makan makanan warung?
4. Bersediakah dia Turun ke jalan bersama laki-laki?
5. Bersediakah dia rapat malam-malam?
6. Siapkah jika suatu waktu harus menginap tanpa persiapan?
7. Siapkah bila makan dan mandi bukan menjadi program pribadi?
8. Siapkah bila suatu waktu dilecehkan?
9. Siapkah dengan berbagai argumen atau menjadi pendengar budiman?
10. Siap bingung?
Sayangnya di Himpunan kita tercita ini tidak ada tawar menawar untuk hal tersebut di atas. Jika hal tersebut tidak mampu dilalui seorang anggota KOHATI maka dia akan sangat sulit untuk bisa bersaing ditataran Himpunan.
Perempuan harus mampu keluar dari kemelut pribadinya untuk dapat berada di lingkungan sosial. Untuk keluar dari kemelut tersebut dia tidak hanya melawan hati nuraninya (yang belum sepenuhnya mengerti keinginan masyarakat akan eksistensinya) tapi juga harus meyakinkan keluarganya tentang kepentingannya berada di ranah publik. Hal tersebut diperparah dengan pembatasan waktu hanya sampai maksimal jam 18.30 dengan pengecualian pada waktu-waktu tertentu.
Pengambilan keputusan dalam keluarga seringkali perempuan tidak diikut sertakan. Perempuan hanya menjadi objek dari pengambilan kebijakan, keputusan terhadap aktivitas pribadi sering diambil oleh anggota keluarga yang laki-laki atau ayah. Keinginan yang besar untuk melindungi perempuanlah yang menjadikan saudara laki-laki protektif terhadap kakak atau adik perempuannya yang sering berakibat pada terhambatnya karier dan perkembangan perempuan itu sendiri.
Hal yang perlu diingat adalah bahwa Kelemahan disatu pihak merupakan kelebihan bagi pihak lain, demikianlah Allah menciptakan manusia berpasang-pasang untuk saling melengkapi. Dengan saling memahami dan saling mendukung maka kita akan dapat berjalan bersama-sama tanpa mendapat sandungan yang berarti.
“Aku merasa menjadi orang yang sangat bahagia dalam hidup ini. Aku bukan orang hebat, hanya saja aku selalu mendapat dukungan penuh dari orang-orang dekat jika aku ingin melakukan sesuatu. Tidak selamanya apa yang kuinginkan berjalan mulus, tapi aku merasa selama ini semua hal kulalui dengan aman”. Pengakuan seorang perempuan yang bahagia karena bisa mengambil keputusan bagi hidupnya sendiri. (Nty)
Saya ingin menunjukkan suatu contoh: Di dalam suatu forum yang jumlah pesertanya imbang antara laki-laki dan perempuan, kesempatan untuk bertanya dan mengungkapkan pendapat bagi laki-laki dan perempuan diberikan sama. Akan tetapi kesempatan bagi perempuan hanya diambil oleh satu orang perempuan. Apa pendapatmu tentang itu?
Jika kamu mengungkapkan itu suatu hal yang wajar, itu hak kamu. Tapi cobalah lihat lebih dalam lagi. Ketika begitu banyak orang berteriak menyoraki satu orang perempuan yang berbicara tadi karena rupanya yang diungkapkan tidak terlalu mengena dengan apa yang sedang dibahas. Disinilah perempuan itu mengalami goncangan mental, keberanian yang coba dia raih tidak dihargai. Belum lagi suara-suara bising di sekeliling yang menyatakan dengan nada melecehkan ‘dasar perempuan, tahunya minta jatah 30 % dikasih kesempatan dalam forum aja gak ada yang mampu’. Nah lo, yang minta 30 % siapa?
Potensi lemah dimiliki semua orang, bukan hanya perempuan. Hanya saja butuh upaya untuk keluar dari kelemahan itu. Adakalanya orang yang lemah harus didampingi agar dia menyadari kelemahannya dan siap untuk berdiri sendiri. Sebagai orang yang punya keinginan membangun bersama selayaknya kita mampu membuat orang mandiri dan layak berjuang sendiri bahkan kalau perlu berjuang untuk kepentingan orang lain yang adakalanya tanpa disadari adalah bagian dari kepentingannya sendiri.
Perempuan sering berada pada posisi lemah sehingga perlu dilindungi. Akan sangat wajar bila perempuan juga diberi kesempatan untuk mengunjuk dirinya sendiri tanpa terus-menerus dipantau gerak geriknya, layaknya seorang anak nakal yang mengganggu. Ada saat ketika perempuan harus mengambil sikap tegas menyangkut eksistensinya. Misalnya:
1. Bersediakah dia untuk tidak tidur?
2. Bersediakah dia untuk ditinggal sendirian?
3. Bersediakah dia makan makanan warung?
4. Bersediakah dia Turun ke jalan bersama laki-laki?
5. Bersediakah dia rapat malam-malam?
6. Siapkah jika suatu waktu harus menginap tanpa persiapan?
7. Siapkah bila makan dan mandi bukan menjadi program pribadi?
8. Siapkah bila suatu waktu dilecehkan?
9. Siapkah dengan berbagai argumen atau menjadi pendengar budiman?
10. Siap bingung?
Sayangnya di Himpunan kita tercita ini tidak ada tawar menawar untuk hal tersebut di atas. Jika hal tersebut tidak mampu dilalui seorang anggota KOHATI maka dia akan sangat sulit untuk bisa bersaing ditataran Himpunan.
Perempuan harus mampu keluar dari kemelut pribadinya untuk dapat berada di lingkungan sosial. Untuk keluar dari kemelut tersebut dia tidak hanya melawan hati nuraninya (yang belum sepenuhnya mengerti keinginan masyarakat akan eksistensinya) tapi juga harus meyakinkan keluarganya tentang kepentingannya berada di ranah publik. Hal tersebut diperparah dengan pembatasan waktu hanya sampai maksimal jam 18.30 dengan pengecualian pada waktu-waktu tertentu.
Pengambilan keputusan dalam keluarga seringkali perempuan tidak diikut sertakan. Perempuan hanya menjadi objek dari pengambilan kebijakan, keputusan terhadap aktivitas pribadi sering diambil oleh anggota keluarga yang laki-laki atau ayah. Keinginan yang besar untuk melindungi perempuanlah yang menjadikan saudara laki-laki protektif terhadap kakak atau adik perempuannya yang sering berakibat pada terhambatnya karier dan perkembangan perempuan itu sendiri.
Hal yang perlu diingat adalah bahwa Kelemahan disatu pihak merupakan kelebihan bagi pihak lain, demikianlah Allah menciptakan manusia berpasang-pasang untuk saling melengkapi. Dengan saling memahami dan saling mendukung maka kita akan dapat berjalan bersama-sama tanpa mendapat sandungan yang berarti.
“Aku merasa menjadi orang yang sangat bahagia dalam hidup ini. Aku bukan orang hebat, hanya saja aku selalu mendapat dukungan penuh dari orang-orang dekat jika aku ingin melakukan sesuatu. Tidak selamanya apa yang kuinginkan berjalan mulus, tapi aku merasa selama ini semua hal kulalui dengan aman”. Pengakuan seorang perempuan yang bahagia karena bisa mengambil keputusan bagi hidupnya sendiri. (Nty)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar